Kedelai merupakan komoditas prioritas nasional dan unggulan daerah Kabupaten Grobogan. Sepanjang tahun produksi kedelai di Grobogan sangatlah tinggi, sehingga mampu memasok untuk Jawa Tengah sebesar 38% dan 14% untuk skala Nasional. Tahun 2018 diperkirakan produksi kedelai di Grobogan akan meningkat cukup signifikan seiring dengan gerakan pengembangan tanan kedelai 100.000 Ha di Kabupaten Grobogan untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan swasembada kedelai.
Permintaan akan kedelai nasional terus meningkat sepanjang tahunnya, tetapi hal ini tidak diikuti dengan peningkatan produksi kedelai. Akibatnya 70% kebutuhan kedelai nasional dipenuhi dari kedelai impor.
Tidak berkembangnya industri kedelai ini, terutama dilatarbelakangi karena fluktuatifnya harga kedelai di tingkat petani, apalagi pada saat musim panen raya tiba, jumlah pasokah kedelai di pasar sangat tinggi menyebabkan harga kedelai jatuh sehingga petani merasa rugi dan enggan untuk menanam kedelai kembali. Sangat diperlukan penanganan pascapanen dan pasar yang bagus untuk menjaga stabilitas harga kedelai serta memotivasi petani untuk tetap membudidayakan kedelai secara berkelanjutan _(sustainable)_.
Dilatarbelakangi hal tersebut di atas, maka Kementerian Perdagangan Republik Indonesia melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) menyelenggarakan FGD mengenai Pengembangan Potensi Kedelai sebagai Subyek Komoditi Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas di Aula RKG (Selasa, 3/04/2018).
FGD dipimpin oleh Kepala Biro BAPPEBTI Ir.Dharmayugo Hermansyah,M.sc dan narasumber dari Tenaga Ahli Dr. Tri Yuni Hendrawati. Hadir pada acara tersebut unsur dari Pemda Kabupaten Grobogan : Kepala Dispertan bersama staf, Disperindag, Dinas Koperasi, BAPPEDA, dan Kabag. Perekonomian. Acara juga dihadiri perwakilan dari Bulog Sub Divre Semarang, Perbankan, Jamkrindo, Pengelola SRG dan Poktan Kedelai Grobogan.
Dalam sambutannya, Kepala Biro BAPPEBTI KEMENDAG, Dharmayugo Hermansyah menjelaskan bahwa Sistem Resi Gudang (SRG) menjadi sangat penting bagi petani dan pedagang komoditas hasil pertanian termasuk kedelai karena resi gudang merupakan dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang ini dapat digunakan sebagai agunan karena resi itu dijamin oleh komoditas tertentu yang berada dalam pengawasan gudang yang terakreditasi. Besarnya kredit yang dapat diperoleh dari resi gudang sebagai agunan adalah 70% dari nilai komoditas yang tersimpan di gudang dengan suku bunga sekitar 6% per tahun.
“Penyimpanan komoditas kedelai dengan memanfaatkan SRG merupakan alternatif yang harus dilakukan dalam membantu petani, pengumpul, pedagang kedelai maupun industri pengguna dan pengolahan kedelai untuk menjaga harga ketika panen raya, yakni dengan *mekanisme tunda jual* yang menguntungkan petani. Yakni petani dapat tetap mendapatkan modal untuk budidaya selanjutnya meski kedelainya disimpan di gudang SRG dan mengeluarkannya bila harga bagus. Sangat diperlukan agar kedelai masuk menjadi salah satu komoditas yang dapat diresigudangkan,” Hermansyah menambahkan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Edhie Sudaryanto dalam diskusi menyampaikan pentingnya mendukung segera terwujudnya swasembada kedelai karena hampir 100% TEMPE, TAHU dan produk olahan kedelai lain yang ada di Indonesia berbahan baku Kedelai Impor GMO hasil rekayasa genetik, padahal kita memiliki kedelai lokal NON GMO yang pasti lebih fresh, aman dan sehat dikonsumsi.
Beberapa alasan mengapa harus memilih kedelai lokal juga dijelaskan oleh Edhie. Pertama, Kedelai Lokal merupakan produk Petani Indonesia yang semakin tersingkirkan karena hegemoni Kedelai Impor produksi Petani Luar Negeri. Kedua, Kedelai Lokal lebih fresh (lebih segar) karena hasil panen baru, sedangkan kedelai impor biasanya simpanan lama di gudang. Ketiga, karena kandungan protein Kedelai Lokal Varitas Grobogan sangat tinggi (43,9%). Selanjutnya yang paling penting adalah bahwa Kedelai impor umumnya GMO (transgenik), sedangkan Kedelai Lokal Non GMO, sehingga sudah pasti aman dikonsumsi manusia.
“Harga kedelai lokal saat ini tidak wajar, dimana harga kedelai lokal NON GMO harganya sama atau hampir sama dengan kedelai impor GMO. Pemerintah sendiri sebenarnya Tahun 2016 telah menerbitkan Permendag 63/M-DAG/PER/9/2016 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dimana Harga Acuan Penjualan di Konsumen dimakan harga Kedelai Lokal di Tingkat Petani Rp. 8.500/kg dan di Tingkat Konsumen Rp. 9.200/kg, sedangkan harga Kedelai Impor di Tingkat Petani Rp. 6.660/ kg dan di Tingkat Konsumen Rp. 6.800/kg. Hanya saja, peraturan ini belum optimal diaplikasikan di tingkat petani maupun pedagang. SRG menjadi sabgat penting bagi petani dan pedagang komoditas kedelai di Grobogan,” Edhie menambahkan.
Edhie mengharapkan komoditas kedelai segera bisa masuk menjadi komoditas yang dapat diresigudangkan tahun 2018 agar pendapatan petani kedelai meningkat. Sangat diperlukan sistem resi gudang yang dapat mengatasi persoalan ketersediaan komoditas yang berkualitas dan kontinu, fluktuasi harga, devisa negara dan sekaligus sebagai alternatif sumber pendanaan bagi para petani kedelai.
Sebagai Tenaga Ahli BAPPEBTI pada FGD ini, Dr. Tri Yuni Hendrawati, menyimpulkan bahwa Grobogan sebagai sentra kedelai nasional dan tahun 2018 ini ada pertanaman kedelai seluas 100.000 Ha menyebabkan sangat pentingnya segera dilaksanakan penyimpanan komoditas kedelai dengan memanfaatkan SRG yang merupakan alternatif dan trobosan dalam membantu petani, pengumpul, pedagang kedelai maupun industri pengguna dan pengolahan kedelai untuk tunda jual dan mendapatkan modal usaha. Tetapi terdapat hal-hal yang harus diperhatikan mengenai persyaratan barang yang dapat disimpan di SRG diantaranya : pertama, memiliki daya simpan paling sedikit 3 (tiga) bulan, untuk kedelai kadar air pada saat kedelai disimpan 11-12%. Kedua, memenui standar mutu tertentu (SNI). Ketiga, penetapan biaya-biaya dalam kompoben SRG (biaya transportasi dan penyimpanan). Terakhir, jumlah minimum barang yang disimpan (untuk kedelai disimulasikan untuk 40 ton /3 bulan penyimpanan) (wieds).
Dalam rangka mendukung program swasembada kedelai nasional, maka tahun 2018 ini di Provinsi Lampung akan dikembangkan pula tanaman kedelai di wilayah ini khususnya di Kab. Lampung Selatan. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang agribisnis kedelai lokal, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung mengadakan studi banding dan kunjungan lapang ke Kabupatan Grobogan Kamis, 29 Maret 2018.
Rombongan terdiri dari Petugas dan kelompok tani di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung Selatan sejumlah 50 orang yang terdiri dari Petugas Provinsi, Petugas Kabupaten, Kepala UPTD, POPT, Penyuluh dan kelompok tani. Rombongan diterima Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan Dr.Sunanto,S.Pt, MP.
Tujuan dari kunjungan ini antara lain mempelajari Penerapan Pola Tanam ‘Methuk” (menjemput) jagung dengan kedelai dan melihat Penerapan Budidaya Kedelai di Kelompok Tani, Pengolahan Hasil Panen Kedelai untuk dibuat aneka olahan pangan di Rumah Kedelai Grobogan serta mempelajari Pola Kemitraan dalam pemasaran hasil baik untuk kedelai konsumsi maupun benih.
“Sulitnya mendorong petani di Lampung untuk menanam kedelai karena rata-rata petani menanam padi dan jagung. Banyaknya masalah petani menanam kedelai seperti kemampuan teknik budidaya,hama,dan sebagainya.Grobogan cukup baik perkembangan kedelainya bahkan kedelai yang kita tanam di Lampung adalah kedelai varietas Grobogan”, Mugiyono Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Lampung Selatan menjelaskan dalam sambutannya.
Dalam kunjungan ini rombongan mempelajari bagaimana cara pengembangan kedelai di Grobogan karena di Lampung baru akan diterapkan dan masih banyak kendala secara teknis budidaya sampe pemasaranya. Oleh karena itu, rombongan sangat antusias dalam mempelajari agribisnis kedelai dari hulu hingga hilir, dari proses budidaya sampai pemasaranya, dan juga penangkaran benihnya di Kabupaten Grobogan.
“Ada peluang untuk bisa mengadopsi sistem methuk ini di Lampung karena realisasi tanam jagung di Lampung tahun lalu seluas 125.000 Ha. Serta banyaknya gulma di sistem tumpangsari sangat menyulitkan petani Lampung untuk menerapkan sistem tumpangsari jagung dg kedelai. Oleh karena itu, sistem methuk merupakan salah satu terobosan baru yang akan di terapkan di Lampung,” Mugiyono menambahkan.
Rombongan pada kesempatan ini akan melakukan kunjungan ke Kelompok Tani Desa Tarub Kecamatan Tawangharjo untuk melihat dan meninjau secara langsung tanaman Kedelai Varietas Grobogan serta proses pembuatan benih kedelai di UD. Sujinah Kecamatan Pulokulon (IP).
Sebagai bahan pangan pokok sumber karbohidrat, beras dipandang sebagai komoditas strategis bagi bangsa Indonesia, sehingga ketersediaan beras perlu terus dijaga kestabilannya. Peningkatan produksi beras tidak hanya terbatas pada peningkatan produksi pada tahap prapanen _(on farm)_, tetapi juga melalui perbaikan pada cara penanganan pascapanen _(off farm)_. Permasalahan utama dalam produksi beras nasional adalah tingginya kehilangan hasil (susut) selama penanganan pascapanen.
Berbagai upaya dan cara produksi padi hanya bisa dinaikkan sebesar 8,04 persen, sementara padi yang hilang percuma karena kesalahan prosedur pengelolaan pasca panen justru lebih dari itu yaitu mencapai 12 -14%. Seandainya angka kehilangan panen tersebut bisa dipangkas beberapa persen saja dan target peningkatan produksi bisa terwujud maka produksi beras nasional akan melonjak banyak. Bahkan kalau produksi padi tidak lagi bisa dinaikkan (karena banjir atau faktor lain), asalkan kita bisa menekan angka kehilangan panen maka produksi beras nasional akan tetap bisa meningkat.
Dalam upaya menekan angka kehilangan hasil panen padi, maka Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan telah mengadakan *Pelatihan Penanganan Pascapanen Padi* untuk Petugas dan Petani se Kabupaten Grobogan dengan tujuan optimalisasi penggunaan alsintan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan alsintan untuk mengurangi susut hasil panen dan menambah nilai (daya saing) komoditas.
Pelatihan dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) gelombang, yaitu tanggal 20 Maret 2018 di Kecamatan Gubug, tanggal 26 Maret 2018 di Kecamatan Toroh dan tanggal 28 Maret di Kecamatan Kradenan.
Pelatihan diikuti oleh kurang lebih 120 orang petugas dan petani padi se – Kabupaten Grobogan. Sebagai narasumber dalam pelatihan tersebut yaitu: Kasi P2HP TP, Nur Widiastuti, S.Si., M.Si., Kasi Tanaman Padi dan Serealia ., Sis Susmaedi, SP. dan Petugas Susut Hasil Kabupaten Grobogan.
Dalam pelatihan tersebut dipelajari kegiatan pascapanen yang meliputi proses pemanenan dan perontokan padi, pengeringan gabah, penggilingan dan penyimpanan beras yang baik dan benar.
Widiastuti dalam penjelasannya menyebutkan bahwa berbagai tahapan proses pengelolaan pasca panen yang menyebabkan ‘lenyapnya’ padi perlu mendapat perhatian. Salah satunya adalah tahap perontokan padi. Angka kehilangan yang mencapai 4,8 % terlalu banyak bila dibanding dengan upaya peningkatan produksi yang sangat susah diwujudkan. Oleh karena itu, cara-cara perontokan padi model tradisional, yang terbukti membuat banyak padi hilang percuma perlu segera ditinggalkan dan diganti dengan teknologi baru yang lebih efisien dan baik. Para petani perlu lebih banyak mempergunakan thresher dan alat perontok moderen yang terbukti bisa menekan angka kehilangan panen (wieds).
Komisi Pengendalian Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten Grobogan menggelar Rapat Koordinasi Senin (19/3/2018). Bertempat di Pendopo Kabupaten Grobogan, Rapat Koordinasi dipimpin langsung oleh Bupati Grobogan Sri Sumarni. Hadir dalam Rakor tersebut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Kepala Disperindag Kabupaten Grobogan, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Grobogan, Perwakilan Produsen Pupuk PT.Pusri Palembang dan PT.Petrokimia Gresik bersama seluruh Distributor Pupuk Bersubsidi Se-Kabupaten Grobogan serta anggota KP3 yang terdiri dari unsur Muspika se-Kabupaten Grobogan.
Dalam rakor tersebut, pembahasan utama terfokus pada penanganan permasalahan penyaluran dan penebusan pupuk bersubsidi dengan menggunakan Kartu Tani. Masih terdapat banyak hambatan dalam pelaksanaan Kartu Tani di Kabupaten Grobogan, padahal Penggunaan Kartu Tani ini telah diatur dalam Surat Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian No B 532/SR.210/B/12/2017 Tanggal 29 Desember 2017 tentang Penyaluran Pupuk Bersubsidi Tahun 2018 dan Instruksi Gubernur Jawa Tengah No 91 Tahun 2017 tentang Penggunaan Kartu Tani dalam Penebusan Pupuk Bersubsidi di Provinsi Jawa Tengah.
Sampai 15 Maret 2018 jumlah Kartu Tani di Kabupaten Grobogan sebanyak 203.994 petani, sampai bulan Maret 2018 sudah tersalurkan 172.308 kartu tani. Dalam pelaksanaannya sebagian besar penerima masih banyak yang belum bisa menggunakan Kartu Tani untuk penebusan pupuk. Penyebabnya, ada yang terkendala teknis sarana dan prasarana pendukung. Kemudian, belum diaktivasinya kartu tani sehingga tidak bisa digunakan transaksi. Selain itu, banyak EDC (Electronik Data Capture ) sering tidak berfungsi dengan baik karena jaringan internet (singal) masih sering terganggu.
Bupati Grobogan, dalam sambutanya menghimbau seluruh pihak yang terkait dengan penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Grobogan agar mengedepankan pelayanan kepada petani karena petani Grobogan telah menjadi ujung tombak produksi pangan di tingkat kabupaten maupun di Nasional.” Selama yakin bahwa pupuk digunakan untuk pemupukan lahan pertanian, maka petani harus dilayani meskipun tanpa Kartu Tani. Kuncinya yaitu Catat Semua Transaksi,” kata Sri Sumarni.
Bupati menambahkan bahwa penggunaan Kartu Tani untuk menebus pupuk bersubsidi merupakan sebuah kebijakan baru. Jadi, memang butuh waktu bagi para petani untuk bisa menggunakan Kartu Tani yang pengoperasiannya berbasis teknologi elekronik tersebut.
Pointers Kartu Tani menurut Petunjuk Pelaksanaan Penyediaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi TA 2018 yaitu sebagai upaya menjamin transparansi dan menindaklanjuti rekomendasi Litbang KPK dan rekomendasi BPK maka akan diujicobakan penggunaan Kartu Tani untuk penebusan pupuk bersubsidi di 15 provinsi. Pengusulan Kartu Tani wajib diawali dengan membuat RDKK menjadi e-RDKK. Apabila Petani yang ingin menebus pupuk secara lengkap (tidak disobek kemasannya), padahal alokasi bukan kelipatan 40 kg untuk Organik atau 50 kg untuk Urea, SP36, NPK dan ZA dan/atau Petani yang sudah tua tidak mengerti menggunakan Kartu Tani, maka penebusan dapat dilakukan secara berkelompok dengan menitipkan Kartu Tani nya kepada Ketua Kelompok.
“Penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Grobogan menganut Prinsip Keluwesan,Tidak kaku. Meski tanpa Kartu Tani akan dilayani asalkan dapat membuktikan bahwa petani tersebut benar-benar memiliki lahan garapan sesuai dengan ketentuan yang ada”, jelas Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Grobogan, Edhie Sudaryanto dalam paparanya.
Edhie menambahkan, dengan maraknya pupuk yang diduga palsu akhir-akhir ini, pihaknya mengahimbau untuk perlu adanya perhatian dan pengawasan terhadap pupuk yang diduga palsu tersebut serta keluwesan dalam hal pengawasan terhadap pupuk bersubsidi.
Perwakilan produsen pupuk bersubsidi pada kesempatan ini menerangkan, meskipun alokasi pupuk bersubsidi di Kabupaten Grobogan Tahun 2018 ini menurun, tetapi mereka menjamin penyaluran di Kabupaten Grobogan lancar dan aman serta akan mengupayakan tambahan alokasi pupuk bersubsidi untuk petani Grobogan (Ip).